ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(TUGAS 2)
DEFINISI HUKUM PERDATA
Pengertian Hukum Perdata menurut Salim HS adalah
keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik itu yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan dengan subjek hukum yang
lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Menurut Riduan Syahrani, Pengertian
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan (pribadi).
Pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
mengenai Pengertian Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur kepentingan
antara warga negara perseorangan yang satu dengan warga negara perseorangan
yang lain.
Subekti membagi Pengertian Hukum
Perdata dalam dua arti :
1. Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Luas yaitu semua hukum (private
materiiL), yaitu segala hukum pokok
yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
2. Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Sempit, dipakai sebagai lawan dari
hukum dagang.
Dari pengertian hukum perdata diatas dapat
disimpuLkan bahwa,Pengertian Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam hubungan hukumnya.
Namun tidak semua Hukum Perdata
tersebut secara murni mengatur hubungan hukum mengenai kepentigan pribadi
seperti dlam pegertian hukum perdata di atas, melainkan karena perkembangan
masyarakat akan banyak bidang hukum perdata yang telah diwarnai sedemikian rupa
oleh hukum publik, sehingga hukum perdata juga mengatur hubungan yang
menyangkut kepentingan umum seperti : hukum perkawinan, hukum perburuhan dan
sebagainya.
Istilah hukum perdata sering juga
disebut sebagai hukum sipil dan hukum privat, dan juga ada yang tertulis dan
tidak tertulis. Pengertian Hukum Perdata tertulis ialah hukum perdata yang
termuat dalam Kitab UU Perdata (Burgerlijke Wetbook) maupun peraturan
perundang-undangan lainnya. Sedangkan Pengertian Hukum Perdata tidak tertulis
yaitu hukum adat, yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
berlaku bagi orang-orang warga negara Indonesia keturunan Eropa, Timur Asing
Tionghoa, dari Timur Asing bukan Tionghoa (seperti orang Arab, India Pakistan
dan India) kecuali hukum keluarga dan hukum waris, dimana kedua bidang hukum
terakhir ini mereka tunduk pada hukum adat mereka masing-masing. Dalam Hukum
Adat merupakan hukum perdata yang berlaku bagi orang-orang warga negara
Indonesia asli.
Hukum Perdata yang berlaku di
Indonesia sampai saat ini masih bersifat pluralistis, karena masing-masing
golongan penduduk mempunyai hukum perdatanya sendiri, kecuali pada
bidang-bidang tertentu yang sudah ada unifikasi. Demikianlah pembahasan
mengenai pengertian hukum perdata menurut para pakar, semoga tulisan saya
mengenai pengertian hukum perdata menurut para pakar dapat bermanfaat.
HUKUM PERJANJIAN
Dalam hukum asing dijumpai istilah
overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan
sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai
”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut
memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah
tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat
kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula
pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab
undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian
dari istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan
pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai
pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad
mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan
perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai
dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian
berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang
dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin,
dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada
hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang
dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Jenis-jenis kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP
tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah
penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak
sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan
perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak
dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik,
kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur,
begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian
yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang
lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan
cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti
cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah
:
Berkaitan dengan aturan resiko, pada
perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian
timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
Berkaitan dengan perjanjian syarat
batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
Jika suatu perjanjian timbal balik
saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi
seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP.
Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan
perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan
menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak
bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak
bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan
barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang,
perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah
kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini
belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam
kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim,
joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan
menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang
dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang
terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan,
kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus
dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang
dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau
dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan
lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan
dalam tulisan.
Pelaksanaan kontrak
Pengaturan mengenai pelaksanaan
kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu
perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada
umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah
mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan
langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan
bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas
etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan
kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan
kontrak
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan
dengan pelaksanaan kontrak ialah :
·
Segala
sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang.
·
Hal-hal
yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu
pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
·
Bila
suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan
karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka
harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak harus sesuai
dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak
mengandung dua fungsi, yaitu :
·
Fungsi
melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan
itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak
pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi
tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
·
Fungsi
menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan
asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi
kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka
tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
Pembatalan perjanjian yang
menimbulkan kerugian
Pembelokan pelaksanaan kontrak
sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak
konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti
yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1.Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.Terlambat memenuhi prestasi, dan
3.Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah
timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian
yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi
memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita
kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan
kerugian berupa :
-
Pemenuhan
perikatan
-
Pemenuhan
perikatan dengan ganti rugi
-
Ganti
rugi
-
Pembatalan
persetujuan timbale balik, atau
-
Pembatalan
dengan ganti rugi
-
Syarat-syarat
sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal)
dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari
terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi
perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat
tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan
kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari
salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para
pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum
dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan
mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus
mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah
objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek
tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan
dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para
pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada
bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat
subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan
perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat
diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif,
yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar,
maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah
memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka
perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Pengertian Hukum Dagang menurut
Achmad ichsan adalah hukum yang mengatur soal-soal dagangan atau perniagaan,
dimana mengatur mengenai persoalan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia
dalam perdagangan atau perniagaan.
HUKUM DAGANG
Menurut Subekti, Pengertian Hukum Dagang
ialah hukum yang mengatur hubungan privat (istimewa) antara orang-orang sebagai
anggota masyarakat dengan suatu badan hukum, diantaranya pemerintahnya sebagai
badan hukum.
Di Indonesia masih belum mempunyai
hukum dagang nasional, sehingga di Indonesia masih tetap mempergunakan hukum dagang
warisan pemerintahan Hidia Belanda, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(Wetboek van Koophandel). Namun hal ini terdapat pengecualian pada hukum dagang
mengenai hak cipta dan koperasi yang sudah diatur dalam hukum nasional.
Selanjutnya apabila dihubungkan
dengan isi dari pengertian perdagangan, maka hukum dagang atau perniagaan ini
diatur ketentuan-ketentuan mengenai :
1. Hubungan hukum antara satu produsen dengan produsen lainnya, produsen
dengan konsumen yang meliputi antara lain : Pembelian dan penjualan serta
pembuatan perjanjian.
2. Perantara (pemberian) antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas
komisioner, makelar, pedagang keliling dan sebagainya.
3. Hubungan hukum yang terdapat dalam :
Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti Perseroan Terbatas (NV=PT),
Perseroan Firma (V.O.F) dan lain sebagainya.
Pengangkutan di laut, darat dan udara
serta pertangguhan asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan
keamanan dan resiko pada umumnya.
Menggunakan surat-surat niaga
(handelspapieren) seperti wesel, cheque, aksep dan sebagainya untuk mempermudah
pembayaran dan pemberian kredit.
Atas dasar ini Hukum Dagang meliputi
:
-
Hukum bagi pedagang antara.
-
Hukum perserikatan.
-
Hukum transport atau angkutan.
-
Hukum asuransi dan terkhususnya dalam
hal ini hukum laut.
-
Hukum surat-surat niaga (surat-surat
berharga).
DAFTAR PUSTAKA